Grogi. Sungguh, itulah yang saya rasakan saat “bertemu” Nadine Chandrawinata, baru-baru ini. Saya sebut “bertemu”—dalam tanda kutip—karena memang bukan bertatap muka secara langsung, melainkan berbincang melalui sambungan telepon.
Segitu pun sudah cukup membuat jantung berdebar-debar. Hahaha! Betapa tidak, untuk pertama kali saya, warga Banda Neira, Maluku Tengah, berbincang dengan pesohor yang dikenal sebagai aktris, model, produser film, dan Puteri Indonesia 2005.
Kecintaan Nadine pada surga bawah laut dan diving (menyelam) membuatnya dijuluki Putri Laut. Dan ternyata… perempuan kelahiran 8 Mei ini tak asing dengan Banda! Lalu, ia pun menceritakan pengalaman serunya saat menjelajahi kepulauan mini.

“Tiga kali aku ke Banda,” kata istri Dimas Anggara, memulai cerita. “Pertama kali ke Banda untuk liburan. Ke-dua, untuk kerjaan: program Hidden Paradise bersama Kompas TV. Ke-tiga, juga untuk kerjaan: acara mendongeng untuk anak-anak.”
Diakui Nadine, dirinya sudah mengetahui tentang Banda sejak duduk di bangku sekolah. “Yang aku tahu, Banda Neira adalah tempat bersejarah di Indonesia. Sejarah perjuangan [tokoh nasionalis], juga perebutan rempah-rempah,” kata Nadine.
Beranjak dewasa, begitu mengetahui ada spot penyelaman yang indah, Banda pun masuk dalam bucket list liburan Nadine, bahkan menduduki peringkat teratas, disusul Natuna, Kepulauan Riau, dan Raja Ampat, Papua Barat, di peringkat berikutnya.

Pengalaman menjejakkan kaki di Banda menyadarkan Nadine, ternyata bukan hanya spot penyelaman yang menarik, melainkan juga perkotaan yang sarat sejarah. Ia mengakui sangat terkesan pada bangunan kolonial di Banda, dari museum sampai benteng.
“Sebenarnya packaging Banda, menurut aku, yang paling menarik adalah tata kotanya,” kata Nadine. “Ibarat masuk sebuah wahana, kita bisa melihat banyak hal di Banda: benteng, museum, rumah pengasingan Bung Hatta, Istana Mini serta meriam-meriamnya.”
Lalu, saat menyelami surga bawah laut Banda, Nadine mengaku sangat terpesona. Ia masih mengingat spot penyelaman di Pulau Hatta dengan tebing karang dan lubang besar. “Ada sensasi saat masuk ke dalam gua itu,” ia bercerita penuh suka cita.

Dengan antusias, ia menceritakan pengalaman bertemu kawanan mandarinfish di perairan sekitar dermaga, di kedalaman sekitar lima meter saja. Padahal, menurutnya, sungguh tidak mudah bertemu ikan mungil bercorak indah bagai pelangi ini di perairan lain.
Perpaduan kekayaan alam—terutama surga bawah laut—dan sejarah Banda, menurut Nadine, menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Ia pun berencana ingin kembali lagi ke Banda. Namun terpaksa mengurungkannya gara-gara pandemi Covid-19.

“Sebenarnya, sejak tahun lalu, sudah mau berangkat [ke Banda] untuk diving melihat hammerhead fish. Tapi enggak jadi karena pandemi. Terus ada gelombang ke-dua varian delta, enggak jadi lagi. Sekarang, keburu hamil, ya sudah diundur lagi,” katanya.
Sekalipun rencana berpelesir lagi ke Banda belum kesampaian, Nadine tak menyesal. Justru, ia mengakui, lebih menyesalkan kevakuman kegiatan Seasoldier, yang digagas dan dibentuk olehnya, beberapa tahun lalu, di sejumlah wilayah di Tanah Air, termasuk Banda.
“Seasoldier itu Pejuang Laut yang bergerak untuk lingkungan dengan gaya masing-masing,” kata Nadine. “Waktu aku ketemu teman-teman anak muda Banda, terus aku arahkan untuk bikin Seasoldier Banda, tetapi kayaknya enggak dijalankan, enggak di-follow up.”

Nadine sudah memberikan gelang Seasoldier kepada seorang anak muda, yang diangkat oleh kawan-kawannya sebagai perwakilan Banda. Gelang itu merupakan reminder atau pengingat tugas sebagai leader atau kepala penggerak aksi ramah lingkungan.
“Sepertinya dia ada kesibukan lain, jadi [kegiatan Seasoldier] enggak jalan,” kata Nadine dengan nada menyesal. “Sayang banget, nih. Banda kan, unik banget. Aku masih sangat menunggu Seasoldier Banda bisa jalan. Soalnya daerah lain sudah jalan semua.”
Sejauh ini, dikatakan Nadine, Seasoldier sudah bergerak di 15 wilayah, antara lain Maluku Utara dan Pacitan, Jawa Timur. Ia siap membantu Seasoldier, termasuk menghubungi Pemerintah, semisal membutuhkan sponsor untuk mengadakan acara/kegiatan.

Di sisi lain, sang Putri Laut menyambut baik perilisan website HartaBanda.com yang sebagian besar konten (artikel, foto dan video) dibuat oleh anak muda Banda. “[Anak muda] Banda harus lebih berani meng-share ke mata dunia: hal-hal yang menarik di Banda.”
Di mata Nadine, Banda bukan sebatas Negeri Rempah. Lebih dari itu, daya tariknya juga terletak pada sejarah dan spot penyelaman. Ia berharap, ada sistem solid yang melibatkan masyarakat dan pemerintah daerah dalam mengemas pariwisata Banda.
Solid, dalam arti tuan rumah harus saling bahu membahu menjaga Banda agar tetap asri, bersih, dan bangunan bersejarah terawat baik. Sistem tersebut harus dibuat lebih baik lagi mengingat potensi dan daya tarik Banda sebagai destinasi wisata sangat tinggi.

“Update terus apa yang bisa dilakukan [para wisatawan] di Banda, termasuk bagaimana cara menuju ke sana, dari penerbangan sampai pelayaran,” kata Nadine yang mengaku dahulu tak sempat membawa banyak oleh-oleh dari Banda, hanya camilan dan manisan pala.
Sebelum menutup perbincangan, Nadine menyatakan akan terus traveling—yang memang hobinya—dan memaknai setiap perjalanan. “Karena makna dari suatu perjalanan adalah pengalaman hidup, dalam arti untuk lebih mengenal diri secara spiritual.”
Penulis: Dian Indani, warga Banda Neira
Editor: Vega Probo