Quand viendra t`ill le temps que formera mon bonheur?
Quand frappera la cloche qui va sonner l`heure
Le moment que je reverai les bords de ma Patrie
Le soin de ma famille que j`aime et que je benis?
Selarik bait tergores samar di permukaan salah satu kaca jendela Istana Mini, peninggalan Belanda di Banda Neira, Maluku Tengah. Bait bernada pilu itu digoreskan oleh Charles Rumpley, pada 1 September 1831, sebagaimana dikisahkan oleh Lawrence Blair dan Lorne Blair dalam buku Ring of Fire: An Indonesian Odyssey.
Kapan tiba saatnya untuk kebahagiaanku?
Ketika lonceng menghantam waktu
Saat-saat ketika aku melihat lagi tanah airku
Jiwa keluargaku yang aku cintai dan berkati?
Demikian terjemahan dari kata-kata yang ditulis oleh gubernur Perancis terakhir yang ditugaskan di pulau yang dijuluki Negeri Rempah. Tulisan tersebut, sebagaimana ulasan di laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, merupakan curahan hatinya sebelum memutuskan untuk bunuh diri. Menyedihkan, ya.
Hingga kini, tulisan tersebut masih ada, dan bisa dilihat di ruang bagian tengah yang menghadap ke halaman dan dermaga dekat Pantai Tita Baru. Ruang bagian tengah ini merupakan bagian utama dari seluruh bagian bangunan rumah Hindia (Indische Woonhuis), yang diapit oleh dua kamar di sisi kiri dan kanan.
Agaknya siapa pun tak habis pikir, bagaimana mungkin seseorang bisa sebegitu berduka sampai berbuat nekat: menghabisi nyawanya sendiri. Padahal ia bertempat tinggal di istana yang megah, dengan panorama laut dan gunung yang indah. Ah, daripada terbawa mellow, mending kita “main” ke istana aja, yuk!
Istana Mini didirikan oleh bangsa Belanda sekitar 1622. Selain sebagai rumah tinggal para pejabat kongsi dagang Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) dan kontrolir, menurut architectureheritage.or.id, bangunan yang beralamat di Desa Dwiwarna ini pun difungsikan sebagai tempat menyimpan rempah-rempah.
Layaknya rumah Hindia lain, architectureheritage.or.id mengulas, Istana Mini juga berbentuk segi empat yang simetris dengan teras depan yang luas dengan deretan kolom-kolom penyangga atap. Terdiri dari bangunan utama dan dua bangunan sandingan. Bangunan utama meliputi bagian depan, tengah dan belakang.
Terbayang ya, betapa megah. Apalagi lantainya juga “berwarna-warni” sebagaimana digambarkan oleh laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, ada yang menggunakan marmer, terakota, serta batu alam. Terasnya terbuka dengan empat kolom doria serta dikelilingi oleh pagar tembok berukuran 85 x 90 meter.
“Di teras samping terdapat beberapa prasasti dengan tulisan berbahasa Belanda. Ada pula patung Raja Willem III yang terletak di halaman samping dari bangunan eks kantor gubernur, pada bagian bawah patung tersebut terdapat pula prasasti.” Demikian keterangan di laman kebudayaan.kemdikbud.go.id.
Dahulu, dermaga di pesisir selatan Pulau Banda Neira yang berjarak sekitar 150 meter dari Istana Mini, menjadi tempat bersandarnya kapal-kapal milik VOC serta tamu Gubernur VOC. Nah, di kompleks Istana Mini juga terdapat peninggalan kolonial Belanda berupa meriam-meriam buatan VOC.
Lalu, sebenarnya apa sih, tujuan Belanda membangun miniatur Eropa di Banda? Hal ini tak terlepas dari sejarah masa lalu. Menurut cagarbudaya.kemdikbud.go.id, Maluku memang dikenal sebagai sumber rempah-rempah yang diburu berbagai bangsa, dari Portugis, Spanyol, Inggris, dan Belanda.
Portugis dicatat sebagai bangsa Eropa pertama yang mendarat di Kepulauan Banda, pada 1512, namun sebagaimana keterangan cagarbudaya.kemdikbud.go.id, bangsa Belanda dinilai paling berhasil dalam menanamkan pengaruhnya, baik di bidang politik, ekonomi, budaya, serta agama.
Nah, seiring tingginya aktivitas kolonial Belanda di Kepulauan Banda—yang dikonsentrasikan sebagai perkebunan pala, mereka pun mendirikan banyak bangunan dari, istana, perumahan, perkantoran, sampai benteng, terutama di kawasan utama Banda Neira. Salah satunya, Istana Mini.
Jelang usianya yang ke-400 tahun, Istana Mini tetap berdiri kokoh. Kini, telah disetujui sebagai Istana Presiden di Indonesia Timur, sebagaimana isi Surat Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Republik Indonesia (RI) Pratikno Nomor: B-942/M.Sesneg /D-2/HL.02.02/12/2020 tertanggal 11 Desember 2020.
Laman terasmaluku.com mengabarkan, pada 26 Februari 2021, bahwa surat dari Mensesneg ini menjawab surat permohonan yang dilayangkan Gubernur Maluku Murad Ismail kepada Presiden RI Joko Widodo Nomor: 556/3605 tertanggal 25 November 2020, yang salah satunya berkaitan dengan pelestarian cagar budaya.
Istana Mini dikelilingi bangunan bersejarah, antara lain rumah pengasingan Mohammad Hatta, Sutan Syahrir, Cipto Mangunkusumo, Iwa Kusuma Sumantri, Benteng Belgica, dan Benteng Nassau. Saat melihat bangunan ini, terbayang wajah Banda semasa muda yang sangat ke-Eropa-Eropa-an.
Sebagian bangunan kolonial di Banda dalam kondisi baik dan terawat, namun sebagian lain justru sebaliknya. Ada yang sudah lapuk, roboh, sehingga tampak menyedihkan, bahkan menyeramkan—karena dibumbui cerita misterius dan tidak sedikit orang yang mengalami hal-hal mistis saat mengunjunginya.
Berbagai acara kerap digelar di bangunan klasik yang terawat itu, dari workshop atau lokakarya sampai upacara peringatan hari nasional, dari Hari Kemerdekaan, Hari Pendidikan, Hari Guru, dan lain-lain. Dengan begitu, bangunannya akan selalu dirawat, dan sejarahnya akan terus dikenang.
Penulis dan Foto: Viqa Lamuda, warga Banda Neira
Editor: Vega Probo